Kita akan selalu nerimo pada akhirnya. Menerima setiap keadaan baik buruk dengan terus memompa daya tahan hidup.
Sejauh mana bisa bertahan dari tetek bengek kiris umur, pekerjaan, asmara, gaji serta riuhnya orang -orang goodlooking di internet.
Pol mentok, kita memilih rebahan di kasur; menjadi orang paling kesepian di bumi sambil melihat waktu merenggut banyak moment.
Atau pergi ke Gejayan cari angetan atau lari ke mesjid kampus cari sesuatu yang kita sebut hidayah.
Sementara di ujung sana, orang-orang yang kita kenal akhirnya menemukan jalan.; demi hidup, memangnya apa lagi?
Lagi-lagi kita merasa kehilangan, wujudnya ada dan masih bisa membalas whatsapp atau sekedar react instastory.
Kita kehilangan care-nya, kehilangan prioritasya, kita tak lebih dari orang-orang di terminal atau stasiun, yang bahkan bercanda pun dianggap “Apaan sih?”
Tapi mungkin kita juga yang terlalu membawa ini ke ranah personal. Terlalu excited untuk sekedar menyapa dan terlalu banyak menguapkan kata-kata meski tak ada guna baginya.
Untung kau orang yang tulus dan ikhlas, ya! Jadi ya nggak masalah.
Oh ya, life must go on kan? So, mau ditinggal atau ikut meninggalkan?