Apa Mungkin-nya Bernadya

Belum lama ini, kau mengirimkan gemuruh petir paling nyaring ke kepalaku. Lewat pesan singkat via WhatsApp, tiba-tiba kau pindah hati secepat kilat.

Katamu kepergian tak butuh alasan. Katamu juga kepergian tak butuh kesepakatan. Kepergian layaknya bencana yang tak bisa diduga – tapi kau lupa; bencana selalu meninggalkan duka.

Oh ya, pernahkah kau berpikir bahwa aku punya perasaan yang sejak kau pergi, rasanya selalu seperti tertusuk pisau tumpul. Kau itu penting buatku dan kau adalah alasan mengapa aku bisa setangguh sekarang.

Bukan maksud menahanmu untuk tetap tinggal, tapi tolong jelaskan mengapa kau bisa dengan mudahnya meniadakanku di hatimu. Apa karena aku salah bicara? Apa karena aku tak selucu mantanmu? Apa karena model hijabku tak semenggemaskan wanita yang kau lihat di TikTok? Atau apakah pelukanku tak sehangat dulu?

Aku bisa salah. Aku bisa marah. Tapi aku juga bisa mendengarkan. Aku bisa memperbaiki. Kau bilang. Jangan tiba-tiba menghilang.

Lalu, yang harus kau tahu. Sampai saat ini aku masih belum bisa ikhlas melupakanmu. Bahkan aku belum mengganti panggilan kesayanganku di kontak ponselku. Aku bahkan masih ingat saat kau menggenggam tanganku di XXI kala itu. Aku juga masih bisa merasakan hangat pelukmu saat hujan mendekap tubuh kita di Malioboro.

Percayalah, aku masih seperti dulu. Mencintaimu sedahsyat ibumu.

Tapi jika kau mau benar-benar pergi, beri aku satu alasan paling menyakitkan. Aku janji akan menghilang dari hidupmu. Aku janji, kau tak akan pernah lagi melihat sembab mataku.

Tolong. Aku capek patah hati terus. Aku ingin sembuh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like
Read More

Kentang

Akhirnya kita bertemu lagi. Dan lagi-lagi, kamu mengagetkanku. “Mas. Nanti ngopinya di sekitar sini aja, ya” katamu di…
Read More

Senin Terlalu Pagi

Ini terlalu pagi untuk memulai Senin yang sendu. Terlalu malesin untuk kembali menabung rindu. Bisakah kita, tidak lagi…