Aku Menolak Beristirahat

Meski sudah berkali-kali mengalami kelelahan, aku tetap menolak istirahat. Aku melipatgandakan kopiku, menyulam dini hari bersama monitor yang lelah kupandangi sejak tadi.

Entah akan menghilir ke mana semua ini. Entah akan seperti apa karir profesiku yang bahkan aku tak tahu namanya apa dan…

“Apa benar yang aku kerjakan adalah sesuatu yang aku idam-idamkan?”

Sementara di belakangku, berbagai gangguan kesehatan mengintai layakya intel ber-Avanza di perkampungan kumuh –yang siap menubrukku semena-mena.

Dengan kondisi setengah ngantuk, di nyaring keributan kepala, kurapal doa-doa sambil mengingat mereka yang kusayang. Kuheningkan ruangan ini.

Beberapa detik kemudian, seorang wanita datang mengusap rambut kepalaku, seraya berbisik.

“Ada harga yang harus kamu bayar untuk aktivitasmu, mas. Itu nggak murah dan kelapangan dada yang luar biasa. Kelak, kamu akan tahu. Mama sayang kamu”

Aku runtuh seketika. Mejaku basah. Sial. Mengapa susah sekali menyimbangankan ini semua?

Sudahlah. Teruntuk aku di esok hari; tabahlah!

Teruntuk kamu yang sering menasehati tapi bapakmu Luhut Binsar Panjaitan: tadaburlah!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like