Maaf, Tuan. Kau diuji dengan kehadiranku.
Maaf atas aku yang sering merusak harimu. Sering memberi beban di kepalamu atau bertingkah selayaknya aku adalah perempuan paling menderita di bumi. Jika kau mengira aku nyaman dengan itu, percayalah aku mati-matian mengubah itu.
Aku selalu berusaha meredam angin ribut di kepalaku, menyeka luka lalu yang tak kunjung sembuh, menahan isak tangis yang memelukku tiba-tiba… dan… Sekali lagi, demi Tuhan, aku sedang berupaya.
Aku cuma tak tahu bagaimana harus bersikap selayaknya perempuan normal di depanmu –yang punya rayuan sempurna untuk membuat hari-harimu berwarna. Kau bisa memanggilku perempuan gila, kau bisa memanggilku perempuan dengan banyak masalah, kau bisa memanggilku apa saja asal jangan kau hentikan kasihmu.
Sebab cuma dengan itu aku bisa menyembukan jiwaku. Jadi tolong, beri aku waktu. Sebentar lagi. Aku dalam perjalanan.