Bagi kita Jogja selalu menyimpan kejutan penuh debar. Kita berusaha menebak ending dari setiap pertemuan. Apakah banyaknya pertemuan di kopisop berhias kerikil itu, bisa membawa kita ke sebuah hubungan yang serius.
Jangan-jangan kita cuma penasaran satu sama lain. Atau jangan-jangan kita cuma butuh teman untuk saling membunuh sepi.
Lewat pesan penuh rayu di dating apps, kita selalu menyepakati tempat pertemuan. Kau lebih suka tempat ramai, sedang aku tidak. Maka biasanya, kita ke daerah Jakal KM 16. Di sana tidak begitu sepi dan tidak terlalu bising. Juga ada kopisop tak begitu popular yang jadi embrio cerita kita.
Biasanya kau memulai obrolan dengan keluh kesah atau kelakukan absurd teman-temanmu. Sedang aku cukup menyediakan kuping untuk mendengarkan.
Setiap hari agenda kita tak jauh dari vanilla latte, americano, wangi perfum di Seturan, muda-mudi kasmaran di Alkid, onin ring, sepasang kekasih yang bercinta di Teras Malioboro, ayam bumbu madura, gudeg bromo, ruang-ruang rahasia dan beberapa jajanan pinggir jalan yang selalu kita lupa namanya apa.
Sampai di titik tertentu, entah karena bosan atau apa, kita pun saling melupa. Kita saling hilang dengan alasan ditelan kesibukan-kesibukan.
“Ingat, ya. Di Jogja, HTS, jaya, jaya, jaya!” kelakar seorang kawan tempo hari.