Untuk Eci yang Baik Hatinya

Eci.

Aku tahu kemungkinan kita didudukkan dalam sebuah pertemuan yang panjang akan jadi satu dari sekian banyak keinginanku yang tak akan dikabulkan Tuhan. Jadi aku akan merelakannya. Sungguh, aku akan mengikhlaskannya.

Tapi sebelumnya, ijinkan aku menulisnya, agar kamu bisa menangkap maksudku terdahulu. Selain itu, aku tak tahan harus terus meredam serangkaian pertanyaan di kepalaku perihal kamu beserta apa-apa yang menyeluruhimu. Aku cuma takut itu akan jadi jamur yang merusak kepalaku. Aku harus mengeluarkannya, Ci!

Ci, kuharap kamu mau membaca tulisan ini sampai selesai. Bacalah dengan perasaan yang jauh dari jenuh juga bayang-bayang dunia yang memabukkan.

Sebelum aku memulainya, sini, biar kurapihkan dulu ponimu.

____

Eci.

Sejujurnya, sejak temanmu mengirim video lima detik berisi dirimu –yang masih kusimpan sampai sekarang, aku cukup deg-degan. Kalau kamu tanya mengapa, percayalah, aku tak bisa memberikan jawaban. Itu terjadi begitu saja. Serupa kamu yang sulit menjelaskan mengapa suka sekali menggunakan sound wagu-gemush di setiap konten Tiktokmu.

Dalam video yang dikirim temanmu itu, rambutmu benar-benar slay, Ci! Apa karena rambutmu ya? Kurasa tidak. Mungkin senyummu? Sorot matamu? Sedikap tanganmu? Warna bajumu? Cahaya lampu di atasmu? Entahlah, Ci. Aku benar-benar tak menemukan jawaban.

Lalu, kugencarkan harapan. Memfollow Instagrammu yang kosong dan dingin. Mencari tahu seberapa besar kemungkinan kamu me-follback-ku lewat sepik-sepik konyol via temanmu dan temanku. Tentu aku tak mau ndakik-ndakik bisa langsung mengajakamu makan Gudeg di Gejayan di jam sebelas malam.

“Di-follback aja udah syukur!” batinku penuh keputusasaan

Hari-hari pun tanggal, kamu tak kunjung memberi sinyal, pertanda aku harus mengendurkan penetrasi. Kamu tidak menyambutku, Ci.

Mungkin kamu berpikir demikian: “Penetrasi apaan! DM aja enggak!” maka, kujawab demikian: “Penetrasi akan berjalan lancar apabila orang yang dipenetrasikan mengijinkan dirinya untuk dipenetrasi. Kalau ia tak mau dipenetrasi, itu namanya memaksa. Dan bukankah perempuan tidak suka dipaksa, Ci?”

Lagi pula, aku mulai kehabisan bahan bakar untuk mengejar sesuatu yang masih niscaya, Ci!

Ya, Ci. Aku sadar bukan orang yang asyik untuk kamu ajak dolan lama-lama. Aku bukan orang yang selalu bisa memenuhi ke-BM-anmu karena satu-dua alasan. Dan sepertinya Ci, pundakku terlalu keras untuk kamu jadikan sandaran kala overthinking memelukmu. Lagi pula, seluruh dunia tahu kan bahwa orang lama selalu jadi pemenang?

Maka aku harus benar-benar mengagalkan rencana, Ci. Maaf aku harus menarik DMku yang tak pernah kamu baca itu. Maaf aku harus unfollow kamu karena, ya… aku yakin kamu tahu alasannya. Dan… boleh aku berpesan sesuatu, Ci? Jangan mudah bilang cupu ke seseorang dengan dalih effortless ya, Ci. Sungguh itu sangat menyudutkan sekaligus menyakitkan.

Oh ya, Ci. Kamu habis potong rambut ya? Dan, Ci. Pakaian berwarna cokelat ternyata lebih cocok untuk kulitmu ketimbang warna pink, hih. Hehe.

Sekarang kita masuk ke hal-hal apa saja yang akan kutanyakan padamu jika saja takdir mau mencurangi dirinya guna mempertemukan kita.

Ci…

Kulanjut besok, ya! Leherku kumat, nih! Aku mau pijat dulu.

15 comments
  1. Sama hal nya aku yg mulai gamang, ingin mengejar Eci, atau menyambut Resti.. Eci yg sangat aku ingin, dan Resti yg sangat ingin aku:)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *