Pendengar Setia-nya Hal

Akhirnya aku menyadari, sejatinya kita ini terlalu banyak main perasaan. Ya meskipun, kau tak menganggap demikan. Kau memberiku info detail perihal kegiatanmu, kisah asamaramu, rahasia tergelapmu, dan tentu saja, air matamu. Sementara aku, cuma bisa menyedikan telinga yang entah mengapa aku sangat betah melakukannya.

Mendengar ceritamu, sudah jadi ritual yang haram hukumnya ditinggalkan.

Lalu lewat voice note, avatar lucu, dan ketikan cantikmu, sejujurnya menumbuhkan bunga-bunga di tubuhku. Aku merasa nyaman dan itu terus melahirkan rindu –ketika misalnya kau menyimpulkan senyum atau mengerenyitkan dahi.

Dan aku tak pernah menyalahkan diriku atas aku yang cuma jadi pendengar setiamu.

Kita akan bersikap seperti biasa, toh? Menebar canda, saling berbagi meme aneh, pergi ke cafe membuang kepenatan atau bercerita tidak penting untuk meredakan pusing.

Kita, ah.. aku lebih tepatnya, tak pernah berhak menamakan hubungan ini 😊

Sebab aku memang bukan orang yang cakap mengatasi perasaan satu arah. Aku akan membiarkan hubungan ini sampai…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like
Read More

Sial-nya Mahalini

Hari itu kutanamkan kepastian di matamu; bahwa aku ikhlas menjadi lansia bersamamu. Bahwa aku siap membuatkanmu secangkir kopi…
Read More

Kota-nya Dere

Suatu masa yang jauh kita sempat jadi sejoli lupa waktu. Yang dengan segala kepolosan mampu mengubah awan kota…
Read More

Aku Rabi Sama…

Lebaran kemarin tak ada pertanyaan “KAPAN RABI?” dari orang-orang komplek. Mungkin mereka bosan karena selalu kujawab sekenanya tiap…