Akhirnya kita tak lagi menguarkan rindu lewat WhatsApp atau sleep-call di malam-malam panjang. Akhirnya, kita, dimampukan untuk memecah celengan rindu.
Malam itu sedikit gerimis, kau datang dengan genggaman tangan dan senyum paling sumringah. Ah, binar matamu masih seperti di ingatanku; hangat dan teduh. Angle kirimu masih yang terbaik!
Kita menghabiskan hari dengan mengitari kota. Sedikit berbincang tentang ingatan masa lalu. Tentang bagaimana kau memaknai hidup, dan soal ajaibnya usapan tanganmu yang meluruhkan beban maha berat di pundakku.
“Satu-satunya yang kubenci dari moment ini adalah waktu. Mengapa ia tak mau berhenti dulu?” katamu.
Dan akhirnya, lewat sebuah pelukan panjang, kita menyudahi pertemuan. Tepat di wajahmu, di matamu; kulihat rindu kembali menggumpal.
Tenang, sekarang… dan tunggulah aku di sana, memecahkan celengan rinduku, berboncengan denganmu, mengelilingi kota…
Terima kasih untuk waktu yang kau habiskan bersamaku. Akan kulaksanakan pesan panjangmu yang sempat membuatku terkantuk-kantuk itu.
Semoga kita bertemu lagi di waktu yang mungkin masih lama. Jaga kesehatanmu. Jaga pola makan agar tubuhmu tetap selincah itu. Dan satu lagi, aku mohon jangan pernah lagi memakai warna merah marun saat kita bertemu, karena sungguh, itu membuatku hilang konsentrasi.