Gege, aku sedang membiarkan miliaran syaraf otakku bekerja otomatis di jam tiga pagi. Tapi, Ge. Proses negosiasi antara pikiran dan perasaan yang harusnya menghasilkan kesadaran, malah melahirkan bayangan tentang kisah kita yang dimulai dari ketiadaan.
Ge, apakah kau ingat? Dulu kau pernah bertanya padaku mengapa Tuhan menciptakan ingatan? Maaf, ya. Waktu itu, kepalaku isinya cuma main dan tak sempat memikirkan jawaban atas pertanyaanmu.
Tapi hari ini Ge, menjelang subuh, tepat setelah aku memulai lagi ritual makan Gudeg di Gejayan, aku bisa menjawabnya. Sepertinya, Ge, hipotesaku mengenai alasan mengapa Tuhan menciptakan ingatan adalah untuk-agar-supaya membuat jalannya kehidupan menjadi tidak gelap.
Bayangkan bila ingatan tidak ada, Ge. Mungkin akan banyak hewan ternak mati karena orang lupa memakaninya; mungkin akan banyak freelance stress karena klien lupa membayar invoicenya; mungkin akan banyak perceraian karena orang lupa menaruh cinta-kasihnya. Dan mungkin bila tidak ada ingatan, aku akan sangat menderita, karena nyatanya, hidupku akan bingung jika tak mendapat ucapan selamat tidur darimu!
Barangkali, Ge. Ingatan lah yang menyuruhku menulis ini, meski pun tulisanku ini selalu kau anggap sampah. Maaf ya, Ge. Akhir-akhir ini aku jadi sering meracau, menulis tentangmu, lagi. Sebab sepertinya, Ge; entah kenapa selalu saja ada cara untuk tidak jadi melupakanmu.
Ingatan, memang kadang brengsek ya, Ge! Akh!