Kau akhirnya ke Jogja –tentu selepas didekap drama-kerja luar biasa. Kau memilih kereta malam dan tiba saat pagi merekah.
Sementara di bangku paling ujung stasiun, aku sibuk menata degup jantung. Ya, ini adalah pertemuan pertama kita. Akan lucu kalau aku terlihat dungu. Jadi, aku akan menyambutmu dengan jabat tangan penuh rindu, saja.
Kau hanya punya waktu satu hari Jogja. Maka akan begini agenda kita…
Pertama, kita sarapan Jenang Cenil di daerah Tugu. Kau mungkin tak suka rasa manisnya, tapi percayalah, manis makanan di Jogja itu tak semengerikan dugaanmu. Trust me 🙂
Kedua, kita akan ke Utara Jogja. Aku mau mengisi awal harimu dengan nuansa sejarah. Tentang bagaimana keadaan budaya di Jogja dari masa Mataram Kuno hingga Mataram Islam. Kau mungkin akan bosan, tapi tenang, syahdunya suasana Ulen Sentalu akan menyembuhkan burnout-mu.
Ketiga, saat matahari tepat di ubun-ubun kita akan melipir ke sebuah kedai kopi di mana keberadaannya jarang diketahui orang. Jaraknya hanya 10 menit dari Ulen Sentalu. Di sini, kita akan menikmati Nasi Combrang dan minuman yang aku lupa namanya apa, tapi aku yakin rasanya akan kau ingat sepanjang hayat. Dan di sini juga, kita akan bicara panjang lebar. Kita akan saling mengenal lebih dalam. Tentang aku yang akan mengonfrimasi apakah senyumu selalu semenggemaskan itu atau kau yang ingin mendengar aku membacakan puisi ciptaanmu.
Keempat, menjelang sore aku memberimu dua pilihan untuk menikmati sunset. A. Bukit Paralayang. B. Candi Ijo. Ku tebak kau akan memilih Bukit Paralayang, tapi setelah aku tanya apakah kau tidak capek karena akses jalannya cukup menantang dan karena malamnya ada satu agenda lagi di mana ini jadi titik penentu kisah kita, kau memilih Candi Ijo. Ya, lewat sinar kuning keemasan di Candi Ijo, aku bisa membayangkan bagaimana lekuk alismu, rambut emasmu, dan tawamu yang membuatku pensaran; mengapa kau belum punya pacar?
Kelima, kita makan malam di Wedang Kopi Prambanan dan berburu oleh-oleh di Bakpia Mutiara. Dua agenda ini…
…bersambung hehe