Perihal Bocil, Tebar Jala dan Self-Positioning yang Bikin Pusing

Mengapa aku, ketika dalam obrolan panjang kita (yang lagi-lagi entah siapa yang memulainya), serupa bocil-haus-perhatian karena apa-apa yang kubicarakan selalu penuh kesedihan sehingga membuatmu berpikir bahwa itu adalah siasat untuk mendapatkan perhatianmu.

Kalau kau ingin tahu, sesungguhnya, itu adalah karena aku tak mampu menghandle luapan perasaan dalam ruang chat kita yang sudah lebih dari cukup untuk dinovelkan itu. Sungguh, kedekatan kita terasa nyata dan sering kali itu membuatku lupa bahwa ada batas maha-jauh antara kita. Ditambah usia yang makin keropos, membuatku spontan bersikap manja-lebay-kekanak-kanakan.

“Sebab di sini, di manakah sebaiknya tempat untuk melabuhkan peluh?”

Namun kau juga harus tahu bahwa aku sudah mengalami itu jauh sebelum kau mengenalku. Aku bisa tiba-tiba menjadi bocil kematian; menggempurmu dengan typing ganteng sesuai usia dan preferensimu. Bahkan ketika misalnya aku sangat niat, kau akan melihatku sebagai superhero kenamaan (meskipun kau lebih suka menyebutku sebagai “merdu banget suara buaya”)

Sesungguhnya, era itu ingin kuletakkan jauh di belakang, tapi kadang aku tak menyadari bahwa itu muncul kembali saat tak sengaja kau melontarkan pertanyaan atau argumen. Maklum, usia segini, suka rindu diskusi. Hehe.

Sejujurnya menyenangkan menjadi bocil yang tahu ke mana harus kembali saat perasaan lagi ndak enak. Dan maaf kau harus jadi orang yang ku rujuk untuk meredam kehampaan meski bertemu cuma keniscayaan.

Terus…

“Masa dari puluhan ribu pengikutmu nggak ada yang works?” tanyamu.

Begini…

Sekarang ini, saat kau membaca ini, aku bingung bagaimana memosisikan diri di antara 40ribu orang yang mengikutiku. Aku ini bukan influencer atau tokoh intelek atau pribadi penuh positif vibes. Aku ini cuma orang yang suka nyocot lewat tulisan dan entah mengapa algoritma internet mempertemukan kita SAAT AKU SEDANG GENCAR-GENCARNYA PENETRASI PERIHAL ASMARA.

Kau pikir aku punya dikotomi-jodoh-kendali, hah? Tidak! Aku juga hak bagi kebingungan!

(Out of Topic: Itulah kenapa aku sering menolak ketika ada produk-produk menawariku kerja sama. Aku sedang tidak dalam posisi itu atau butuh itu. Yang aku butuh…)

“Ya allah. Kok jadi rame” kataku dalam hati saat makin banyak orang mengikutiku.

Sometimes aku coba jadi selayaknya akun-akun influencer itu; membagikan kebahagian, ketenangan dan hal-hal yang membuatmu semangat menjalani hari. Kemudian aku akan menciptakan batas; bahwa aku tak bisa kau jangkau. Tapi sometimes juga, aku merasa isin pada diriku sendiri saat membagikan hal-hal serupa penulis buku self-improvement kelas kakap. Sebab siapa lah aku?

Dan aku punya kepentingan sendiri! Kepentingan yang harus kucapai sebelum 2024 nagih janji!

“Nggak capek nebar jala terus?” pointmu di hari ke sekian.

Nggak! Sebelum kepentinganku tercapai, mustahil aku capek! Camkan itu!

Ingat ya. Aku ini, sekali lagi, cuma akun random yang kau temui di internet. Tak ada kebahagian yang terus menerus terjadi di sini! Dan sungguh, aku ingin terlibat denganmu sebagai aku secara personal. Aku yang kadangkala merayumu dengan typing buaya, aku yang sering bilang kau gemes, aku yang punya rencana ke kotamu, dan lain-lain, dan lain-lain. Sementara kau punya hak; untuk menyambut atau menghindar atau menjadikanku cadangan. Dan jika lagi-lagi aku tertinggal, biarlah, itu urusanku 🙂

Jadi…

Dari ocehanku di atas, bisa disimpulkan bahwa aku adalah anak manusia dengan segala hal yang menganggu kepalanya lalu menulis dan mengontenkannya, lalu menarik perhatianmu, lalu aku juga tertarik –ditambah aku punya pengalaman dan kepentingan, lalu kita makin dekat, dekat, dekat tapi… apakah kita akan benar-benar melekat?

Sial!

“Kenapa sih kita jauh?” kataku lengkap dengan emoji syedih penghancur perasaan.

VN pun meluncur. Lalu berhenti. Lalu mulai lagi. Begitu terus sampai Fuat rabi.

Da la.

1 comment
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like